Hajiadalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai Macammacam ibadah mahdhah sebagai berikut: 1. Ibadah badaniyah mahdhah. Ibadah badaniyah mahdhah adalah ibadah yang murni berupa gerakan fisik, jenis ibadah yang termasuk badaniyah mahdhah adalah wudhu, tayammum, shalat, puasa dan mandi besar. Maka jenis ibadah yang demikian tidak boleh untuk diwakilkan kecuali terdapat dalil (bukti) yang Hajimerupakan rukun Islam ke 5. Menunaikan ibadah haji adlah suatu bentuk ritual tahunan bagi kaum muslim yang mampu secara material, fisik, maupun juga keilmuan dengan berkunjung ke beberapa tempat di Arab Saudi atau juga akan melaksanakan beberapa kegiatan pada satu waktu yang telah ditentukan yakni tepat pada bulan Dzulhijjah.Sedangkan umroh Islamyang terkandung dalam rukun Islam. Contoh ibadah mahdhah antara lain sholat, zakat, puasa dan haji. Sementara ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang dilaksanakan umat Islam dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya. Ibadah ghairu mahdhah dikenal dengan ibadah muamalah (Nata, 2002: 55). 1Desi Sulastri, S.Pd (Guru Bahasa Inggris SMP Pertiwi 2 Padang RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN No : 1 Nama Satuan Pendidikan : SMP Pertiwi 2 Padang Materi Pokok : Greeting card Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Sub Pokok Bahasan : Greeting card Kelas / Semester : VIII/ ganjil Alokasi Waktu : 10 menit Nama guru mata IBADAHVERTIKAL. ibadah vertikal adalah ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba kepada tuhannya baik itu dilakukan di tempat ibadah maupun diluar tempat ibadah. yang dilakukan ditempat ibadah seprti shalat lima waktu, shalat jumat, teraweh dan tahajud. sedangkan ibadah yang bisa dilakukan diluar tempat ibadah seperti puasa, membaca alquran Dimensiyang kedua yaitu Dimensi Ritual. Allah secara tegas menyampaikan bahwa manusia diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya. Dalam surat Ad Zariyat ayat 56 disampaikan bahwa : Maka di bulan Ramadhan yang penuh hikmah ini selain melakukan ibadah-ibadah wajib, menjadikan ibadah-ibadah sunnah sebagai prioritas selanjutnya. Sungguh ibadah ØRaghbah ( senang menjalankan perintah Allah) · Ibadah yang bermuara dengan lisan: Ø Selalu mengucap kalimat tasbih,tahlil,takbir dan tahmid. Ø Syukur dan membaca al-quran. Ø Bertuturkata yang enak didengar dan dirasakan. · Ibadah bermuara dengan anggota tubuh: Ø Shalat. Ø Zakat. Ø Puasa. . PENDAHULUAN Sebagai penganut agama islam tentunya kita sudah banyak mengetahui tentang beribadah yang telah disyariatkan dalam islam sendiri. Namun dari kita banyak tidak mengetahui hakikat beribadah. Kita hanya menjalankan apa yang telah disyariatkan islam tanpa berfikir lebih radikal atau berfikir secara lebih dalam lagi hakikat beribadah. Sehingga kita mampu memahami hikmah-hikmah dalam beribadah. Dalam hal ini sesungguhnya Allah memberi amanah kepada kita sebagai manusia yang diciptakan di muka bumi ini yaitu sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini dan amanah itu merupakan sebuah kewajiban. Maka sebagai khalifah di muka bumi kita harus menunaikan kewajiban yang Allah berikan kepada kita yaitu kewajiban beribadah kepadaNya. Macam-macam ibadah khusus adalah salat termasuk di dalamnya taharah sebagai syaratnya, puasa, zakat, dan haji. Adapun ibadah umum atau ibadah ghairu mahdah adalah bentuk hubungan manusia dengan manusia atau manusia dengan alam yang memiliki makna ibadah. Syariat Islam tidak menentukan bentuk dan macam ibadah ini, karena itu apa saja kegiatan seorang muslim dapat bernilai ibadah asalkan kegiatannya bukan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya serta diniatkan karena Allah. Diunggah Achmad SanOleh Alfain Jalaluddin Ramadlan Di dalam Kamus Munjid yang terbit tahun 1986483, disebutkan “ibadah” berasal dari akar kata “Abada, Ibadatan, Ubudiyah”, yang mempunyai arti mengesakan-Nya, menghormati-Nya, tunduk dan patuh serta taat pada-Nya. Maka, secara harfiah ibadah dapat diartikan sebagai rasa tunduk atau taat melaksanakan pengabdian, merendahkan diri, menghinakan diri atau tadzallul. Makna ibadah dalam […] Artikel ini Ibadah Ritual vs Ibadah Sosial Tayang Di Viral Pencerahan Berita Populer. Diunggah Achmad SanOleh Alfain Jalaluddin Ramadlan Di dalam Kamus Munjid yang terbit tahun 1986483, disebutkan “ibadah” berasal dari akar kata “Abada, Ibadatan, Ubudiyah”, yang mempunyai arti mengesakan-Nya, menghormati-Nya, tunduk dan patuh serta taat pada-Nya. Maka, secara harfiah ibadah dapat diartikan sebagai rasa tunduk atau taat melaksanakan pengabdian, merendahkan diri, menghinakan diri atau tadzallul. Makna ibadah dalam arti yang luas dapat dipahami bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menaati segala perintah-perintah-Nya, mengamalkan segala yang diizinkan Allah SWT. Dari uraian tersebut, makna ibadah dapat dipahami sebagai taat yang disertai ketundukan dan kepatuhan kepada Allah SWT dengan menjalankan segala yang dicintai dan diridhai-Nya, melalui perkataan maupun perbuatan, baik yang bersifat lahiriah maupun yang bersifat batiniah. Hari raya kaum muslimin datang sebagai buah dari ibadah yang levelnya tinggi dan berat seperti puasa Ramadhan. Dan di antara makna hari raya عيد yakni عودة إلى الله kembali kepada Allah SWT. Sebab, salah satu nikmat terbesar Allah atas hamba-Nya di bulan ramadhan adalah تغلق فيه أبواب جهنم Dia menutup pintu neraka rapat-rapat sehingga barangsiapa berusaha menggapai ampunan Allah di bulan mulia itu, maka dia sesungguhnya telah kembali kepada Allah SWT, dalam keadaan yang fitri atau suci. Ibadah Kemudian ibadah merupakan ketaatan yang sukarela dan tanpa paksaan. Dirajut dengan cinta yang tulus. Fondasinya adalah pengetahuan dan keyakinan yang muaranya adalah kebahagian abadi di hari akhir nanti. Ibadah adalah alasan mengapa kita diciptakan di muka bumi ini. Sampai Allah SWT berfirman ‎وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون, Artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” Ibadah Ritual dan Ibadah Sosial Menurut Jalaluddin Rakhmat, ibadah di dalam Islam dibagi menjadi dua, yakni ibadah bersifat ritual dan ibadah yang bersifat sosial. Ibadah ritual merupakan ibadah yang dengannya seorang hamba berhubungan langsung dengan Allah. Di samping itu, tata cara ibadah ritual telah diatur secara terperinci dalam Al-Quran maupun Sunnah Nabi, yang tercakup dalam ibadah ritual ini, misalnya shalat, puasa, haji, dan zakat. Ibadah-ibadah tersebut tidak lain mengandung kemaslahatan bagi siapa yang mengerjakannya. ‎ إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر Shalat bertujuan untuk mencegah perbuatan keji dan munkar. Dengan kita membaguskan shalat kita maka akan terbentuk sistem pencegahan internal di dalam diri kita sehingga kita tidak mudah bermaksiat kepada Allah SWT. Karena di dalam diri kita tertanam pondasi keyakinan dan mahabbah kepada Allah SWT. Berbeda dengan KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang merupakan ciptaan manusia bersandar pada pencegahan eksternal, sehingga seandainya tidak ada ancaman pidana dari negara terhadap para pelaku kejahatan, niscaya tidak akan ada orang yang menaati undang-undang tersebut. Ibadah Sosial Ibadah sosial adalah ibadah yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan sosial. Hubungan manusia dengan manusia lainnya ini yang kemudian dalam al-Qur’an Qs. ali Imran ayat 112 disebut dengan hablul minnannas. Contoh dari ibadah sosial antara lain menyantuni anak yatim, membantu fakir-miskin, menolong para korban bencana, merawat alam dan lingkungan, berbuat baik dan kasih sayang kepada sesama, dan lainnya. Semua itu merupakan bentuk-bentuk ibadah sosial yang memberi manfaat atau kemaslahatan kepada masyarakat banyak. Beberapa peristiwa penting dalam sejarah dan merujuk pada ketentuan dalam syariat Islam menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan kepada persoalan-persoalan sosial. Sebagai contoh, tentang persoalan perbudakan. Dalam Islam, perbudakan adalah kenyataan sosial yang sudah beratus-ratus tahun menjadi realitas dalam kehidupan masyarakat di Jazirah Arab dan sekitarnya. Perbudakan dalam Islam tentu dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan hak azazi manusia. Perbudakan bertentangan dengan pandangan Islam yang menganggap manusia itu adalah setara dihadapan Allah SWT dan kemuliannya tidak ditentukan oleh derajat dan struktur duniawi. Perbudakan sebagai realitas sosial yang sudah cukup kuat mengakar dalam masyarakat itu jika dihapuskan secara frontal akan mengguncangkan sendi-sendi sosial, maka Islam menghapuskannya secara perlahan dan bertahap. Sebab itu dalam Islam, bagi meraka yang mampu dan memerdekakan seorang budak dinilai sebagai sikap yang mulia dan dinilai sebagai ibadah. Hukum-hukum tertentu dalam fikih memasukkan syarat memerdekakan budak sebagai hukuman bagi pelanggar aturan hukum Islam. Misalnya, salah satu kafarat hukuman bagi mereka yang berhubungan suami istri jima’ di siang hari di bulan Ramadhan adalah memerdekakan seorang budak. Dengan demikian, ini bukti bahwa Islam sangat peduli dengan persoalan sosial. Begitu juga dalam kisah, suatu ketika sepupu Rasulullah SAW. Ja’far bin Abi Thalib RA. berkata kepada Najasyi, Raja Habasyah saat di tanya tentang Islam dia menjelaskan bahwa dulunya mereka memang bangsa yang bodoh, menyembah berhala. Lalu, Allah SWT mengutus Rasul-Nya yang terkenal dengan kejujuran, dan kesucian perilakunya. Dia mengajak memeluk agama Allah SWT, mengesakan Allah SWT, serta meninggalkan kepercayaan nenek moyang menyembah batu dan berhala. Kami diperintah menjaga amanah, merajut silaturahim, bersikap baik terhadap tetangga, menyudahi semua perbuatan buruk dan pertumpahan darah. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa iman kepada Allah adalah akhlak. Kata Ibnul Qoyyim rahimuhullah “Barangsiapa yang semakin bagus akhlaknya maka akan semakin bagus imannya kepada Allah.” Oleh karena itu, manusia diharapkan mampu menjalankan hubungan vertikal kepada Sang Pencipta hablumminaallah dan hubungan horizontal kepada umat manusia hablimminannas. Ketika hubungan ritual dan sosial berjalan dengan keseimbangan maka akan muncul kehidupan yang damai antar sesama umat beragama. Manusia diberi kebebasan untuk menjalankan ritual keagamaannya, dan menghormati ritual ajaran agama lain. Memberi penuh keleluasaan kepada umat beragama untuk menjalankan ibadahnya, kita hanya menghormati agama lain menjalankan ritual keagamaannya tanpa masuk mencampuri ajaran agama lain. Ketika ibadah ritual dilaksanakan dengan sebaik baiknya, maka kepedulian sosial semakin meningkat tercermin dari ekspresi kasih sayang kepada umat manusia yang kurang beruntung. Semoga tulisan ini bermanfaat. * Artikel ini Ibadah Ritual vs Ibadah Sosial Tayang Di Viral Pencerahan Berita Populer. Agama Islam merupakan agama yang kāffah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya vertical, amalan amalan yang berhubugan dengan ibadah atau sering dikenal dengan istilah aspek ritual, kebutuhan rohani seseorang seperti shalat, puasa, zakat, secara tidak langsung akan mendatangkan ketenangan dan kedamaian dalam tetapi juga mengatur pola hubungan antar sesama manusia Horizontal, atau sering di kenal dengan istilah muamalah aspek social yang menekankan sikap toleran terhadap sesama makhluk, mengatur bagaimana pentingnya berbuat baik dan menempatkan diri pada posisi semestinya dalam berinteraksi dengan sesama,terpenuhinya aspek mu’amalah menjadi sangat penting bukan hanya sebagai pelengkap unsur ubudiyah, akan tetapi karena ia merupakan manifestasi dari kebenaraan ritual ubudiyyah, nilai-nilai yang terserap dari ritual ibadah selanjutnya akan bertransformasi dan bersinergi dengan aktifitas mu’amalah seseorang, yang tercermin dalam sikap yang luhur serta bud... Kolom ini saya buat sebagai semacam “in memoriam” untuk mengenang almarhum Prof. Dr. KH Ali Musthafa Ya'qub 1952 – 2016, mantan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Guru Besar Institut Ilmu Al-Qur'an IIQ Jakarta, tokoh Nahdlatul Ulama, dan seorang ulama pakar Hadis dan Ilmu Hadis yang sangat mumpuni dan langka di Indonesia. Ulama kelahiran Desa Kemiri, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, ini juga seorang penulis produktif khususnya di bidang hukum Islam, tafsir Al-Qur'an, dan tafsir Hadis. Salah satu gagasan dan pemikirannya yang cemerlang, bernas, dan patut direnungkan secara mendalam oleh umat beragama adalah tentang merosotnya spirit atau etos “ibadah sosial” dan meningkatnya atau maraknya perilaku “ibadah personal” atau “ibadah individual” khususnya di kalangan umat Islam, lebih khusus lagi umat Islam di Indonesia. Menurut Kiai Ali Musthafa yang alumnus Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud dan Universitas King Saud Riyadh, Arab Saudi ini, ada dua kategori ibadah dalam Islam, yaitu 1 ibadah qashirah ibadah individual yang pahala dan manfaatnya hanya dirasakan oleh pelaku ibadah saja dan 2 ibadah muta'addiyah ibadah sosial dimana pahala dan manfaat ibadahnya tidak hanya dirasakah oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh orang lain. Menurut Kiai Ali, contoh “ibadah individual” ini adalah haji, umrah, puasa, salat, dlsb. Sementara contoh “ibadah sosial” adalah menyantuni anak yatim, membantu fakir-miskin, memberi bantuan beasiswa pendidikan, menolong para korban bencana, menggalakkan penanggulangan kemiskinan dan kebodohan, merawat alam dan lingkungan, berbuat baik dan kasih sayang kepada sesama umat dan mahluk ciptaan Tuhan, menghargai orang lain, menghormati kemajemukan, dan masih banyak lagi. Semua itu merupakan bentuk-bentuk ibadah sosial yang memberi manfaat atau kemaslahatan kepada masyarakat banyak. Ibadah sosial lebih utama daripada ibadah individual Islam, menurut Kiai Ali, memberikan prioritas pada “ibadah sosial” ini ketimbang “ibadah individual”. Kiai Ali mengutip sebuah Hadis Qudsi yang diriwayatkan Imam Muslim dimana Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “Tuhan Allah SWT itu ada—dan dapat ditemui—di sisi orang sakit, orang kelaparan, orang kehausan, dan orang menderita.” Itulah sebabnya Nabi Muhammad sepanjang hayatnya lebih banyak didedikasikan untuk membela kaum lemah dan tertindas serta melawan keserakahan dan keangkaramurkaan. Beliau lebih banyak menjalankan aneka bentuk ibadah sosial-kemasyarakatan ketimbang ritual-ritual keagamaan yang bersifat personal. Dalam sebuah kaedah fiqih juga dinyatakan “al-muta'addiyah afdhal min al-qashirah” ibadah sosial jauh lebih utama daripada ibadah individual. Prioritas Islam terhadap ibadah sosial daripada ibadah individual ini juga ditegaskan, tersurat, dan tersirat di dalam ribuan ayat-ayat Al-Qur'an yang memberi ruang sangat besar terhadap dimensi-dimensi sosial-kemanusiaan. Aspek-aspek “ritual-ketuhanan” justru mendapat jatah yang sangat sedikit dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Berdasarkan sejumlah fakta dalam Al-Qur'an inilah, ditambah dengan praktik-praktik kenabian, banyak ulama, sarjana, dan pakar Islam yang menyebut Islam sebagai agama pro-kemanusiaan. Pakar kajian Islam dan studi Al-Qur'an seperti mendiang Fazlur Rahman 1919–1988, misalnya, dalam sejumlah karyanya seperti Islam, Prophecy in Islam, atau Major Themes of the Qur'an pernah menegaskan bahwa Islam adalah “agama antroposentris” yang memberi penekanan atau prioritas pada masalah-masalah kemanusiaan universal, dan bukan “agama teosentris” yang berpusat atau bertumpu pada hal-ikhwal yang berkaitan dengan ibadah ritual individual-ketuhanan. Foto privat Terperangkap” ke dalam pernik-pernik “ibadah individual” Meskipun Islam, Al-Qur'an, dan Nabi Muhammad SAW, jelas-jelas memberi ruang yang sangat besar pada masalah-masalah “ritual kemanusiaan” universal; umat Islam, sayangnya, justru lebih sibuk memikirkan dan mempraktikkan aneka “ritual ketuhanan” partikular. Meskipun Islam menegaskan ibadah sosial jauh lebih utama ketimbang ibadah individual, sebagian kaum Muslim malah “terperangkap” ke dalam pernik-pernik “ibadah individual”. Kaum Muslim begitu hiruk-pikuk dan semangat menggelorakan pentingnya haji, salat, puasa, zikir di masjid, dan semacamnya, tetapi melupakan kemiskinan global, kebodohan massal, penderitaan publik, keamburadulan tatanan sosial, kehancuran alam-lingkungan, korupsi akut yang menggerogoti institusi negara dan non-negara, dlsb. Umat Islam begitu bersemangat naik haji berkali-kali atau umrah bolak-balik dan mondar-mandir ke Mekkah dan Madinah, tidak mempedulikan besarnya biaya, tetapi mereka pikun dan tutup mata dengan aneka persoalan sosial-kemanusiaan yang menggunung di depan matanya. Umat Islam sibuk mengejar “kesalehan individual” dengan menghadiri beragam pengajian spiritual tetapi mengabaikan “kesalehan sosial” dan absen menghadiri “pengajian sosial” dengan blusukan ke tempat-tempat kumuh untuk menyambangi umat yang menderita dan kelaparan. Umat Islam rajin menumpuk pahala akhirat bak “pedagang spiritual” tetapi rabun bin pikun dengan problem sosial-kemasyarakatan yang ada di sekelilingnya. Umat Islam begitu sibuk “memikirkan” Tuhan, padahal Tuhan sendiri—seperti ditunjukkan dalam berbagai Firman-Nya dalam Al-Qur'an dan dalam Hadis Qudsi tadi—begitu “sibuk” memikirkan manusia. Saya menyebut fenomena di atas sebagai bentuk keberagamaan yang egoistik atau individualistik yang hanya mementingkan diri-sendiri dan demi mengejar kebahagiaan dan keselamatan dirinya sendiri kelak di alam akhirat, sementara cenderung bersikap masa bodoh atau acuh dengan berbagai kebobrokan, penderitaan, ketimpangan, ketidakadilan, dan kesemrawutan yang menimpa umat manusia di alam dunia ini. Umat Islam “pemburu surga” yang egois-individualis dan “salah jalan” inilah yang menjadi sasaran kritik Kiai Ali Musthafa. Semoga beliau damai di alam baka. Penulis Sumanto al Qurtuby, Staf Pengajar Antropologi Budaya dan Kepala General Studies Scientific Research, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi. squrtuby Setiap tulisan yang dimuat dalam DWNesia menjadi tanggung jawab penulis. Ketujuh PENGERTIAN IBADAH DALAM ISLAM[1]Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas A. Definisi Ibadah Ibadah secara bahasa etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ terminologi, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalahIbadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah kecintaan yang paling adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf takut, raja’ mengharap, mahabbah cinta, tawakkal ketergantungan, raghbah senang, dan rahbah takut adalah ibadah qalbiyah yang berkaitan dengan hati. Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah lisan dan hati. Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah fisik dan hati. Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirmanوَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat/51 56-58]Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ pelaku bid’ah. Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid yang mengesakan Allah. B. Pilar-Pilar Ubudiyyah yang Benar Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu hubb cinta, khauf takut, raja’ harapan.Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukminيُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah/5 54]وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah/2 165]إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’/21 90]Sebagian Salaf berkata[2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq[3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy[5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.” C. Syarat Diterimanya Ibadah Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah bid’ah yang ditolak sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”[6]Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syaratIkhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang Subhanahu wa Ta’ala berfirmanبَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ“Tidak demikian bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah/2 112]Aslama wajhahu menyerahkan diri artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin berbuat kebajikan artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”Sebagaimana Allah berfirmanفَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi/18 110]Hal yang demikian itu merupakan manifestasi perwujudan dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat[7].Bila ada orang yang bertanya “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”Jawabnya adalah sebagai berikutSesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanفَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar/39 2]Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ memerintah dan melarang. Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8]. Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna mempunyai kekurangan.Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. D. Keutamaan Ibadah Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya Subhanahu wa Ta’ala berfirmanوَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ“Dan Rabb-mu berfirman, Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min/40 60]Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir butuh kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap bertawajjuh kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3] _______ Footnote [1] Pembahasan ini dinukil dari kitab ath-Thariiq ilal Islaam cet. Darul Wathan, th. 1421 H oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, al-Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Abdul Hamid, dan Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighaatsatul Lahafan oleh Syaikh Ali bin Hasan Abdul Hamid [2] Lihat al-Ubuudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary hal. 161-162, Maktabah Darul Ashaalah 1416 H [3] Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid. [4] Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati. [5] Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir. [6] HR. Muslim no. 1718 18 dan Ahmad VI/146; 180; 256, dari hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma. [7] Lihat al-Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Ali Hasan Ali Abdul Hamid hal. 221-222. [8] Lihat surat Al-Maa-idah ayat 3 [9] Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan hal. 67, oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid. Home /A2. Prinsip Dasar Islam/Pengertian Ibadah Dalam Islam Ilustrasi jenis-jenis ibadah. Foto PixabayIbadah merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, diutuslah para rasul dan kitab-kitab diturunkan. Orang yang betul-betul beriman kepada Allah, tentu akan berlomba-lomba dalam hal buku Silsilah Tafsir Ayat Ahkam oleh Ustaz Isnan Anshory Lc, secara bahasa ibadah berasal dari bahasa Arab al-ibadah. Kata tersebut merupakan pola mashdar dari kata kerja abada-ya’budu yang bermakna Al-baghawi mendefinisikannya sebagai ketaatan yang didasarkan kepada penghinaan diri dan ketundukan. Sedangkan secara istilah dalam ilmu syariah, ibadah didefinisikan dengan redaksi yang ketidaktahuan orang tentang pengertian atau jenis-jenis ibadah, sebagian dari kita hanya fokus terhadap ibadah tertentu saja. Misalnya shalat, zakat, atau puasa saja. Berpijak pada kandungan makna ibadah yang begitu luas, maka secara definitif jenis-jenis ibadah itu tak terhitung Ibadah dalam IslamDalam buku Silsilah Tafsir Ayat Ahkam oleh Ustaz Isnan Anshory Lc, berdasarkan perbuatannya, ibadah dibedakan menjadi empat jenis yaituMaksudnya adalah setiap ibadah dilakukan oleh aktivitas hati. Di mana ibadah ini meliputi aspek i’tiqod atau keyakinan seperti iman kepada wujud Allah SWT. Selain i’tiqod seperti cinta kepada Allah, atau dalam bentuk tafakkur seperti merenungkan penciptaan ini dilakukan oleh aktivitas lisan. Contohnya seperti membaca alquran, bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, dan lain Amaliyyah adalah ibadah yang dilakukan oleh aktivitas anggota tubuh. Contohnya adalah gerakan dalam sholat, melakukan puasa, haji, dan lain ini dilakukan oleh seorang hamba dengan mendermakan hartanya. Misalnya menunaikan zakat dan Ibadah Menurut UlamaIlustrasi contoh ibadah sholat. Foto PixabaySedangkan dalam buku Mukjizat Ibadah Dimana Ibadah Bukan Hanya Sekedar Kewajiban oleh Ibnu Abdullah, menyebutkan para ulama membagi ibadah dalam dua jenis. Yaitu ibadah mahdhah dan ibadah mahdhah adalah ibadah yang bersifat ta’abudi atau mempunyai hubungan langsung dengan Allah. Ibadah ini biasanya berupa tindakan penyembahan seorang hamba kepada ulama menyatakan bahwa yang termasuk jenis ibadah mahdhah adalah shalat, puasa, haji, dzikir, dan puasa. elanjutnya ibadah ini disebut sebagai ibadah kedua adalah ibadah mu’amalah, yaitu ibadah yang mencakup hubungan antar manusia dalam rangka mengabdi kepada Allah. Ibadah jenis ini biasanya berupa amal kebajikan yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia. Maka ibadah ini bersifat lebih mudah memahami dua pengertian jenis ibadah tersebut, kita bisa mengambil contoh sholat dan menolong orang yang termasuk ibadah mahdhah sebab dilakukan seseorang untuk menyembah langsung kepada Allah. Sementara menolong orang adalah termasuk ibadah mu’amalah. Menolong orang tidak termasuk jenis ibadah mahdhah karena bukan dalam bentuk menyembah Allah secara langsung. Namun berupa amal kebaikan yang hubungannya antara seseorang dengan orang jenis ibadah ini masuk dalam pengertian ibadah meskipun hubungannya berbeda. Mengapa demikian? Sebab keduanya mempunyai tujuan yang sama yakni sama-sama berniat mencari keridhaan Allah. Penceramah Drs. Hasrat Efendi Samosir, MA Hari/Tanggal Senin, 27 Maret 2017 Judul ceramah Ibadah Sosial vs Ibadah Ritual Dalam hidup ini dua macam ibadah. Ibadah ritual dan ibadah sosial. Atau dalam istilah lain, kesalehan individual dan kesalehan sosial. Salah satu surah yang menyuruh kita untuk melaksanakan ibadah sosial yaitu surah al-Ma’un, “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. dan enggan menolong dengan barang berguna.” QS. Al-Ma’un, 107 1-7 Dibanding ibadah ritual, ibadah sosial sangat dianjurkan oleh Islam. Ada beberapa hal yang mendasari pentingnya ibadah ritual dalam Islam Ayat-ayat al-Qur’an lebih banyak bercerita tentang ibadah sosial ketimbang ibadah ritual. Ini bisa dilihat dari seringnya al-Qur’an menggandengkan antara kata iman dengan amal saleh. “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” QS. Al-Ashr, 103 3 Jika ibadah ritual ditinggalkan seperti orang yang tua yang tidak sanggup untuk puasa di bulan Ramadan, maka ia wajib membayar fidyah kepada fakir miskin. Ibadah ritual yang ditinggalkan, gantinya ibadah sosial. Ini juga sama dengan orang yang sudah suami istri melakukan hubungan suami istri harus membayar dengan puasa 60 hari berturut-turut atau memberikan makan fakir miskin 60 orang. Jika ada ibadah ritual dikerjakan berbarengan dengan ibadah sosial, maka ibadah ritual itu bisa diakhirkan atau dipercepat. Bukan ditinggalkan. Seperti ketika shalat berjamaah, maka si imam harus melihat bagaimana keadaan jamaahnya. Jika banyak anak kecil, maka dipercepatlah shalat agar tidak mengganggu shalat berjamaah. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah ketika ia shalat berjamaah dengan sahabatnya, ia mempercepat shalat dari yang biasanya. Lalu sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa shalat dipercepat dari yang biasanya ya Rasulullah”? Tadi saya mendengar ada anak kecil menangis. Saya takut ibunya dan jamaah lain terganggu, maka saya percepat shalatnya. Selain itu, pernah juga suatu ketika Rasulullah terlambat melaksanakan shalat Ashar gara-gara mendamaikan dua suku yang bertengkar. Jadi, dalam hidup ini kita perlu melaksanakan ibadah sosial. Kesalehan sosial harus kita internalisasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Inilah yang dimaksud bahwa Islam itu Rahmatan li al-alamin. Macam – Keberagaman ibadah – Ibadah adalah Mengesakan Allah Subhannahu Wa Ta’ala dan Mengagungkan-Nya dengan segala kesetiaan dan kerendahan diri kepada Yang mahakuasa Swt. Lebih lengkapnya kami centung membicarakan materi adapun Macam – Jenis Ibadah Kepada Almalik Swt Secara Lengkap. Maka simaklah ulasannya di bawah ini. Denotasi Ibadah Tipe – Diversifikasi Ibadah a. Macam-Macam Ibadah Lisan dan Badan b. Neko-neko Ibadah Hati Share this Related posts Pengertian Ibadah Ibadah artinya merusakkan diri serta tunduk. Adapun dalam syara’, ibadah punya bberbagai definisi, Namun makna pamrih atau maksudnya tetap sebabat. Definisi tersebut diantaranya Ibadah merupakan patuh kepada Yang mahakuasa Subhanahu Wa Ta’ala dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasul-Nya. Ibadah ialah ki memberaki diri kepada Halikuljabbar SWT yakni tingkatan tunduk paling janjang disertai dengan rasa Kecintaan yang minimum strata. Ibadah juga yaitu pelaksanaan yang mencakup seluruh yang dicintai dan diridhai Allah Swt, substansial Pikiran, Bacot, dan ragam, yang zhahir atau batin. Adapun definisi ibadah menurut sejumlah Ulama nan berbeda-beda namun tetap satu tujuannya yakni meningkatkan kecintaan kepada Halikuljabbar Swt, Adapun definisi itu diantaranya Jamhur’ Tauhid, Ibadah merupakan “Mengesakan Almalik Subhannahu Wa Ta’ala dan Mengagungkan-Nya dengan segala disiplin dan kehinaan diri kepada Allah Swt. Ulama’ Tata krama, Ibadah adalah “Pengamalan segala kepatuhan kepada Halikuljabbar Subhananu Wa Ta’ala secara badaniah, dengan cara menegakkan syariat islam.” Cerdik pandai’ Suluk, Ibadah yaitu “Ulah mukalaf yang berlawanan dengan hawa nafsunya cak bagi mengagungkan dan mengesakan Yang mahakuasa Subhanahu Wa Ta’ala. Ulama’ Fikih, Ibadah ialah “Mengamalkan kepatuhan yang tujukan untuk mencecah ridha dengan mengharapkan pahala di darul baka.” Sedangkan menurut jumhur ulama’ “Ibadah yaitu nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Tuhan dan nan diridlai baik berupa ingatan, congor, ataupun perbuatan, baik yang zohir Secara Mengendap-endap ataupun batin Secara Diam-sengap.” Tuhan Subhanahu wa Ta’ala berfirman Artinya ; “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku lain menuntut supaya mereka membagi Aku makan. Selayaknya Sang pencipta Dialah Maha Pemberi rezki Yang Memiliki Kekuatan pula Suntuk Kokoh”. [Adz-Dazariyat/51 56-58]. Berdasarkan firman Allah Swt diatas, Hikmah penciptaan jin & manusia ialah agar mereka mengerjakan ibadah kepada Allah Swt . Dan Yang mahakuasa Swt Maha rani, bukan membutuhkan ibadah mereka, doang merekalah sendirilah yang membutuhkannya; Karena ketagihan kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan kebiasaan syari’at-Nya. Dan barangkali nan menyembah-Nya dan sesuai dengan syari’at-Nya, beliau adalah mukmin muwahhid memusatkan Allah. Sahaja yang menyembah Allah. Swt tetapi diluar yang telah disyari’atkan-Nya maka ia adalah praktisi bid’ah mubtadi’ . Dan yang enggan atau bahkan memurukkan beribadah kepada Almalik, mereka adalah khalayak yang sok. Macam – Jenis Ibadah Terdapat majemuk macam ibadah yakni ibadah Lisan/ Jasmaniah Dan Ibadah Hati/ Perasaan, Adapun penjabaran semenjak macam-jenis ibadah tersebut adalah a. Macam-Macam Ibadah Oral dan Badan Sholat Puasa Zakat Haji Berkata jujur Melaksanakan amanah Berbakti kepada anak adam tua Ayah&Ibu Bersilatuhrahmi / Menyambung persaudaraan. Menunaikan janji janji Memerintahkan kepada nan ma’ruf, Melarang kemungkaran atau ki kebusukan. Sembahyang Berdzikir Membaca Al-Qur’an. Mengamalkan baik terhadap orang miskin, tetangga, anak yatim, pengembara, budak serta sato. b. Macam-macam Ibadah Hati CintaMahabbah kepada Yang mahakuasa dan Nabi-Nya. Ngeri Khauf kepada Allah Inabah taubat dan gelimbir kepada Halikuljabbar Sabar & Ridho terhadap syariat dan ketetatapan-Nya. Mengikhlaskan ibadah saja kepada-Nya. Sabar & Ridho terhadap hukum dan ketetatapan-Nya. Berterima kasih atas lemak yang selalu diberi oleh Nya Tawakkal kepada-Nya Mendambakan pemberian-Nya Karena ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah merupakan suatu hal yang Dicintai dan ridhoi-Nya, nan karenanya Allah Azza Wa Jalla menciptakan insan, seperti mana nan mutakadim difirman Halikuljabbar ta’ala, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku sekadar.” Adz-Dzariyyat 56 Demikianlah ulasan kami mengenai Aneh-aneh Ibadah, Hendaknya menaik ketaattan kita dan kecintaan kita kepada Allah Swt dan Utusan tuhan-Nya, Amiin.. Artikel lainnya Signifikasi Ganjaran – Neko-neko Bilangan Dan Contohnya Aksioma Pengertian, Syarat, Premis, Tawaran, Teorema dan Contohnya Administrasi Perkantoran – Denotasi, Keistimewaan, Tugas, dan Ruang Lingkup